
Penyelesaian Konflik Harus Dengan Kecerdasan Otak
MAGELANG - Saat ini penyelesaian konflik yang tepat adalah dengan kecerdasan dan kemampuan otak, tujuannya bukan untuk mengadu kekuatan tapi untuk menyelesaikan banyak permasalahan negara. Hal itu diungkapkan Mentri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro saat menjadi Keynote Speaker dalam Seminar Kebangsaan bertajuk Seminari Untuk Bangsa Indonesia, di Seminari Menengah St Petrus Canisius Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (13/8) kemarin.
Menurutnya, terlalu banyak tantangan yang harus dihadapi. Kalau dahulu ancaman sifatnya masih bisa dinalar, tapi sekarang sudah tidak bisa dinalar lagi. “Saat ini banyak orang meledakkan bom dengan membunuh dirinya sendiri, ini sudah di luar Nalar,” katanya.
Ini membuktikan bahwa rasa nasionalisme yang terdapat dalam simbol-simbol kebangsaan saat ini mulai terkikis. Maka, lanjutnya, sudah selayaknya nilai-nilai intrinsik nasionalisme, dan cinta tanah air harus terus dikembangkan sejak dini.
Ia menegaskan bahwa untuk membela negara tidak harus menjadi militer, sipilpun mempunyai kesempatan untuk bela negara, di antaranya melalui pembangunan pondasi nasionalisme.
“Ini perlu dipupuk melalui pendidikan anak-anak muda. Seminar ini merupakan refleksi yang tepat untuk mengembalikan nilai-nilai yang saat ini mulai luntur,” ujarnya.
Ini membuktikan bahwa rasa nasionalisme yang terdapat dalam simbol-simbol kebangsaan saat ini mulai terkikis. Maka, lanjutnya, sudah selayaknya nilai-nilai intrinsik nasionalisme, dan cinta tanah air harus terus dikembangkan sejak dini.
Ia menegaskan bahwa untuk membela negara tidak harus menjadi militer, sipilpun mempunyai kesempatan untuk bela negara, di antaranya melalui pembangunan pondasi nasionalisme.
“Ini perlu dipupuk melalui pendidikan anak-anak muda. Seminar ini merupakan refleksi yang tepat untuk mengembalikan nilai-nilai yang saat ini mulai luntur,” ujarnya.
Purnomo juga menuturkan, bahwa antara keamanan dan ekonomi merupakan layaknya sebuah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu bangsa. Apabila antara keduanya tidak berimbang, maka dipastikan sistem kenegaraan tidak bisa berjalan dengan normal.
Menurut Purnomo, Nation State (negara bangsa) harus dibangun dalam satu kesatuan ideologi antaralain politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Tidak bisa hanya dibangun hanya dari salah satu sektor saja.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa negara Indonesia ini tidak dibangun dalam satu etnik semata, tapi dibangun dengan susah payah melalui berbagai komponen masyarakat Indonesia seutuhnya, dan itulah bangsa Indonesia yang dikagumi oleh berbagai negara di dunia. “Kita ini Bhineka Tunggal Eka, walaupun beraneka ragam tapi tetap satu. Satu tujuan dan satu cita-cita membangun bangsa Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa negara Indonesia ini tidak dibangun dalam satu etnik semata, tapi dibangun dengan susah payah melalui berbagai komponen masyarakat Indonesia seutuhnya, dan itulah bangsa Indonesia yang dikagumi oleh berbagai negara di dunia. “Kita ini Bhineka Tunggal Eka, walaupun beraneka ragam tapi tetap satu. Satu tujuan dan satu cita-cita membangun bangsa Indonesia,” tegasnya.
Seminar ini juga dihadiri beberapa narasumber, antaralain Brigjen Pol, Drs AA Mapparessa (Kapus Sejarah Polri), Letnan Jendral TNI Purn, Kiki Syahnakri (Ketua Yayasan Jatidiri Bangsa), DR Ir Pos M Hutabarat (Dirjen Potensi Pertahanan, Dep Pertahanan RI), Kol CPL, Jan Pieter Ate (Kabag Dukmen Kemenhan). Dan sebagai moderator, Corneleis Purba (Editor Senior Harian The Jakarta Post).
Dalam pemaparannya, Letnan Jendral TNI Purn, Kiki Syahnakri menyatakan bahwa perang di jaman sekarang ini sudah tidak menjadi jalan yang tepat, namun perang yang paling berbahaya adalah perang budaya, dan ekonomi, yang bertujuan untuk menguasai perekonomian dan Sumber Daya Manusia (SDA). “Maka perang membangun persepsi bagi anak muda saat ini menjadi rebutan utama. Karena perang degan cara model VOC jaman dulu sudah tidak efektif lagi,” ujarnya.
Menurutnya, perlu ada penekanan berbagai aspek bagi bangsa ini, antaralain, kembali pada spirit pembukaan UUD 45, melalui kajian amandemen yang berujung pada pemberian pencerahan dan sosialisasi pada masyarakat. Kedua, membangun kepemimpinan yang kuat, berkarakter, nasionalis, dan mampu memimpin perubahan.
Ketiga, perlu ada penataan dan penegakan hukum secara total yang juga membutuhkn pemimpin yang kuat. Keempat, mengembangkan kembali wawasan nusantara melalui kurikulum pendidikan nasional. Kelima, mengembangkan karakter building dengan cara mereformasi total sistem pendidikan nasional (sisdiknas) baik formal maupun nonformal. Keenam, reformasi partai politik dan birokrasi, namun tentunya itu juga sesuai dengan kemauan para partai politik itu sendiri.
Ketujuh, membangun kembali toleransi antarumat beragama. “Yang terakhir inilah yang perlu ada penekanan yang kuat bagi bangsa yang multikultural ini,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Letnan Jendral TNI Purn, Kiki Syahnakri menyatakan bahwa perang di jaman sekarang ini sudah tidak menjadi jalan yang tepat, namun perang yang paling berbahaya adalah perang budaya, dan ekonomi, yang bertujuan untuk menguasai perekonomian dan Sumber Daya Manusia (SDA). “Maka perang membangun persepsi bagi anak muda saat ini menjadi rebutan utama. Karena perang degan cara model VOC jaman dulu sudah tidak efektif lagi,” ujarnya.
Menurutnya, perlu ada penekanan berbagai aspek bagi bangsa ini, antaralain, kembali pada spirit pembukaan UUD 45, melalui kajian amandemen yang berujung pada pemberian pencerahan dan sosialisasi pada masyarakat. Kedua, membangun kepemimpinan yang kuat, berkarakter, nasionalis, dan mampu memimpin perubahan.
Ketiga, perlu ada penataan dan penegakan hukum secara total yang juga membutuhkn pemimpin yang kuat. Keempat, mengembangkan kembali wawasan nusantara melalui kurikulum pendidikan nasional. Kelima, mengembangkan karakter building dengan cara mereformasi total sistem pendidikan nasional (sisdiknas) baik formal maupun nonformal. Keenam, reformasi partai politik dan birokrasi, namun tentunya itu juga sesuai dengan kemauan para partai politik itu sendiri.
Ketujuh, membangun kembali toleransi antarumat beragama. “Yang terakhir inilah yang perlu ada penekanan yang kuat bagi bangsa yang multikultural ini,” jelasnya.
Brigjen Pol, Drs AA Mapparessa menyebutkan di Seminari Mertoyudan inilah cikal bakal lahirnya Kepolisian Republik Indonesia. Dari pendidikan tahun 1946-1948, telah menelorkan dua Kapolri antaralain Kapolri Kelima, Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso yang dilantik pada 1 Mei 1968 menggantikan Panglima Angkatan Kepolisian Jenderal Polisi M Ng Soetjipto Joedodihardjo. Dan Kapolri ketujuh, Widodo budidarma.
Rektor Seminari Menengah Mertoyudan, Pastor Ignatius Sumarya SJ mengungkapkan kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian menyambut 100 tahun Seminari Menengah St Petrus Canisius Mertoyudan, dari tahun 1912-2012 mendatang. “Di sini, selain tempat pembenihan juga pendidikan untuk mendorong menjadi Indonesia yang bersatu,” katanya.(had)