• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

Tradisi Syawalan Dengan Berziarah Ke Makam Mbah Siraj



 
Sekitar 500 orang dari berbagai daerah di Jawa Tengah memadati lokasi perayaan syawalan di komplek pemakaman Masjid Agung Payaman, Desa Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Rabu (7/9). Puncak acara tersebut berlangsung semarak seperti tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan datang berduyun-duyun memadati area pemakaman yang ada di belakang komplek masjid.
Ketua Panitia Pelaksana Syawalan, Dony Setiyawan mengatakan, syawalan tahun ini digelar di tiga tempat di Payaman. Di antaranya di Masjid Agung Payaman, di Makam Romo KH Siraj, dan di lapangan kampung. Acaranya berlangsung mulai pukul 10.00 WIB hingga masuk waktu shalat dzuhur.
“Acara di masjid berisi pengajian, di makam ada ziarah, dan di sini (lapangan-red) ada pesta kesenian, balon udara dan petasan, kata Dony.
Pesta balon udara dan petasan, lanjutnya, juga menjadi pendukung perayaan untuk memeriahkan acara tersebut. Ada sekitar 80 balon berbagai ukuran yang diterbangkan ke udara. Paling besar tingginya 10 meter ada lima buah, dan sisanya satu hingga tiga meter.
Menurutnya, beberapa petasan sempat diluncurkan bersamaan dengan penerbangan balon dan meledak di udara. Sempat terjadi insiden kala balon udara tidak terbang karena kurang pengasapan. Ada juga petasan yang mengarah ke rumah salah seorang warga, namun tidak membahayakan.
Usai pesta balon dan petasan, acara syawalan dimeriahkan dengan pentas topeng ireng dari Kota Magelang, “ katanya.
Imam Masjid Agung Payaman yang juga sesepuh sekaligus cucu dari KH Siraj, Muhammad Tibyan (57) menuturkan, warga merayakan syawalan dengan cara berziarah di Makam Romo KH Siraj. Tujuannya adalah mengharapkan berkah dari sesepuh pembuka daerah Payaman dan sekaligus penyebar agama Islam di daerah eks Karesidenan Kedu ini.
Pada masa penjajahan, lanjutnya, hanya KH Siraj yang diberikan kebebasan oleh Belanda untuk berdakwah ke berbagai daerah. Hal itu karena Belanda merasa segan dengan Karomah dan kesaktian yang dimiliki KH Siraj.
“Romo KH Siraj orang yang membawa Payaman ini dari jahiliyah menjadi madaniah. Dan setelah Belanda kalah, maka mulai digelarlah tradisi syawalan, atau dikenal bodo kupat, sejak 1950-an.” tuturnya. KH Siraj sendiri meninggal di usia 70 tahun pada tahun 1959.
Saat itu, kata Tibyan, tradisi syawalan disertai hidangan ketupat diberikan pada warga yang bersilaturahmi. Namun seiring perkembangan saat ini beralih menjadi nasi ramesan.
“Jadi siapapun yang datang ke sini dan bersilaturrahmi ke warga baik sudah mengenal maupun belum, mereka akan disuguhi hidangan ketupat, tapi kini di ganti nasi rames,” ujarnya.
Tidak jauh dari komplek makam KH Siraj, juga terdapat beberapa makam para auliya yang masih memiliki keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Menurut Tibyan, mereka juga telah menyebarkan agama Islam di wilayah Kedu dan sekitarnya. M Nur Huda