• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

Kali Lamat Masih Mengancam


Ekspedisi ke Gunung Merapi

KALI Lamat di Kabupaten Magelang pada masa lalu termasuk sungai besar yang menjadi jalur tol banjir lahar dingin. Bagaimana kondisi Kali Lamat sekarang? Berikut laporannya.


Kali Lamat yang berhulu di kawasan Gegerboyo lereng Gunung Merapi dan kemudian menyatu dengan Kali Blongkeng di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan merupakan 'contoh terbaik' sungai yang menjadi korban kerakusan manusia.

Betapa tidak, Kali Lamat di sekitar Kota Muntilan kini mengecil dan hanya menyisakan alur sekitar 5-10 meter saja. Ini tentu berbeda dengan Kali Pabelan, Senowo, Putih, Bebeng, Krasak dan bahkan Kali Blongkeng yang memiliki lebar antara 50-300 meter.

Ada puluhan bangunan yang berdiri dan dibangun di bantaran Kali Lamat. Bahkan badan sungai juga tak luput dari 'penjarahan' sehingga kini menjadi perkampungan dan persawahan. Masyarakat tak sadar bahwa sungai ini berhulu di kaki Gunung Merapi.

Dalam penulusuran yang dilakukan Wartawan Peduli Gunung Merapi (Wargupi) dan relawan pemantau lahar Linang Sayang Communication (LSC) diketahui bahwa pengkooptasian bantaran sungai ini terjadi mulai sekitar perumahan Pringasri, Gunungpring sampai sekitar Desa Ketunggeng, Kecamatan Muntilan.

Meski sejauh ini Kali Lamat belum sampai banjir lahar besar namun bukan berarti tidak menyimpan ancaman. Saat Wargupi sampai di kawasan yang dinamakan Gegerboyo terlihat tumpukan material pasir dan batu yang luar biasa besar.

Dinamakan bukit Gegerboyo karena bentuk bukit ini memanjang dan bergelombang seperti punggung buaya. Gegerboyo ini memanjang dari sekitar Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun sampai hulu Kali Lamat. Dari Gegerboyo ini kawasan Kandang Macan dan sabodam Jurangjero terlihat dengan jelas.

Untuk mencapai lokasi ini medan yang ditempuh sangatlah terjal. Dari Dusun Gemer yang merupakan dusun teratas di Merapi, Wargupi dan LSC harus melewati jalan berbatu nan menanjak sampai hutan pinus Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Setelah itu, ada sekitar dua km jalan tanah berpasir yang sangat menguras tenaga. Melewati jalan ini harus ekstra hati-hati karena timbunan abu vulkanik masih sangat tebal sehingga mengganggu pandangan.

Para peserta ekspedisi berulangkali terjatuh akibat jarak pandang terbatas sementara kondisi jalan berlubang-lubang bekas gerusan air. Setelah itu, perjalanan harus dilanjutkan dengan jalan kaki karena sepeda motor tidak bisa lebih jauh.

Kawasan Gegerboyo ini dibatasi hutan padang ilalang yang sulit ditembus. Jangan bayangkan ilalang di Merapi sama dengan ilalang pada umumnya. Ketinggian ilalang ini bisa mencapai 4-5 meter karena kondisi tanah yang subur.

Tim ekspedisi berhenti tepat di bawah bukit Gegerboyo yang menjadi hulu Kali Lamat, Kali Putih, dan Kali Krasak. Di lokasi ini, terbentuk cekungan yang amat besar berisi material erupsi Merapi. Cekungan ini amat besar sehingga dari sekitar Kota Muntilan terlihat amat jelas.

Material Merapi menumpuk sangat banyak sehingga rentan menimbulkan banjir lahar dingin. "Untuk sampai ke lokasi ini jalannya sungguh sangat sulit. Kami terbiasa dengan medan berat, namun hulu Kali Lamat ternyata sangat sulit dilalui," kata Yoga Gendut, salah satu relawan.

Koordinator LSC Muhammad Ali mengungkapkan bahwa ekspedisi ke hulu Kali Lamat ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi material yang ada. Hal ini dinilai berguna untuk persiapan para relawan pemantau lahar dalam menghadapi musim hujan mendatang.

Dalam kesempatan ini, para relawan dan wartawan sempat menancapkan bendera Merah Putih tepat di timbunan material hasil erupsi Merapi 2010. Namun mereka harus segera bergegas turun mengingat cuaca di puncak Merapi yang tidak bersahabat. Selain itu, material yang ada juga masih labil sehingga rentan longsor. Banyak batu besar yang tinggal menunggu waktu untuk turun gunung.

Camat Dukun Ali Styadi mengatakan bahwa Kali Lamat harus diwaspadahi karena potensi material yang besar sementara alur sungai mengalami pengecilan. "Sungai ini perlu diwaspadai, potensi ancamannya besar," kata dia.

Sebelumnya, staf ahli Geologi BPPTK (Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian) Yogyakarta Dewi Sri Sayudi mengungkapkan bahwa material yang menumpuk di hulu Kali Lamat mencapai 1,4 juta meter kubik. Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi relawan pemantau banjir lahar dingin di rumah Kepala Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang Sungkono.