• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

84 Hektare Lahan Perhutani Kedu Utara Musnah


84 Hektare Lahan Perhutani Kedu Utara Musnah

MAGELANG, TRIBUN – Selama musim kemarau 2011, wilayah hutan yang ada di Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perum Perhutani Kedu Utara mengalami kebakaran secara berturut-turut. Akibat kebakaran tersebut, lahan seluas 84 hektare yang ada di Gunung Sumbing 56 hektare, Gunung Sindoro 23 hektare, dan pegunungan Dieng Wonosobo lima hektare pun musnah.Menurut Kepala Administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perum Perhutani Kedu Utara, Endro Kusdiyanto, saat ditemui di kantornya, Jumat (30/9) mengatakan, kebakaran tersebut seluruhnya diakibatkan oleh perbuatan manusia. Di Gunung Sumbing yang terbakar pada Selasa (6/9) hingga Kamis (8/9) diduga disebabkan oleh warga yang mencari rumput dan membuang puntung rokok di semak-semak yang sudah mengering di musim kemarau.“Kita tahu masyarakat pegunungan kan terbiasa merokok karena memang udaranya dingin. Dan yang menjadi masalah, mereka membuang rokok di tempat yang mudah terbakar,” katanya.

Di Gunung Sindoro yang terbakar pada Sabtu (24/9) hingga Senin (26/9), kata Endro, lebih disebabkan oleh perilaku para pendaki yang membuat perapian di puncak gunung. “Maka dari itu, saat ini sudah kita tutup untuk pendakian ke Sindoro, karena diduga kebakaran kemarin disebabkan oleh pendaki yang melanggar kode etik pecinta alam,” ujar Endro.Pihaknya belum menentukan kapan jalur pendakian ke Gunung Sindoro akan dibuka kembali. “Yang jelas, nanti menunggu sampai musim hujan datang,” jelasnya.

Sementara, lanjutnya, pendakian dialihkan ke Gunung Sumbing yang memang tidak ditutup, karena memang minat para pendaki untuk ke Gunung Sumbing tidak terlalu besar dibanding Gunung Sindoro. “Kemungkinan karena jalur ke puncak lebih mudah di Sindoro,” paparnya.

Akibat kebakaran lahan yang sebagian besar berupa semak belukar dan ilalang di tiga tempat tersebut, menurut Endro kerugian tidak terlalu besar. Ia menyebutkan, hanya Rp 150.000 perhektar.

Untuk mengantisipasi kebakaran yang terus berulang, pihaknya berupaya melakukan sosialisasi dan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di sekitar lereng pegunungan tentang bahaya kebakaran baik terhadap pemukiman maupun ekosistem alam.

Endro menegaskan, hingga kini, untuk proses pemadaman hanya dilakukan secara manual, yaitu dengan memukul percikan api dan membuat ilaran untuk memotong jalur api. Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perum Perhutani Kedu Utara sendiri hanya memiliki sebanyak sekitar 200 personil yang harus menguasai kawasan hutan antaralain Sindoro, Sumbing, Perahu, Telomoyo, dan Dieng wilayah Wonosobo.“Hutan di sini tidak sama dengan di luar Jawa yang rata-rata lahan gambut sehingga pemadamannya sangat susah dan lama. Di sini tidak perlu menggunakan helikopter untuk mempercepat pemadaman, selain masih bisa diatasi, biaya sewanya juga mahal, sumber airnya juga susah,” katanya.

Wakil Administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perum Perhutani Kedu Utara, Sukmono Edwi menambahkan, kerugian akibat kebakaran tersebut memang tidak terlalu besar, namun kerugian yang paling besar adalah rusaknya ekosistem alam. “Efek kebakaran ini menyebabkan proses fotosintesis berkurang, namun untuk sumber mata air tidak mengalami kendala karena gunung tersebut memang tidak menjadi sumber mata air warga yang tinggal di lerengnya,” katanya.Sukmono mengatakan, saat ini pihak Perhutani akan membiarkan lahan tersebut kosong terlebih dahulu, karena belum bisa dilakukan penghijauan melihat kondisi saat ini masih musim kemarau. Selain itu juga persiapan anggaran.

“Untuk anggaran penghijauan sendiri, masih menunggu RAPBD 2012. Terdapat sedikitnya lahan kosong seluas 120 hektare yang membutuhkan penghijauan dan akan segera ditanami,” ungkapnya.(had)