Dialog Antarumat Beragama Digelar Satu Jam Sebelum Bom Solo
Dialog Antarumat
Beragama Digelar Satu Jam Sebelum Bom Solo
MAGELANG, TRIBUN –
Melihat fenomena konflik horizontal yang sering terjadi di berbagai daerah di
Indonesia, workshop dialog antarumat beragama kembali digelar oleh Universitas
Muhammadiyah Magelang (UMM) dan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang diklat
Kementrian Agama RI pada tanggal 23 hingga 25 September kemarin, di Hotel Trio
Magelang, dan berakhir pukul 10.00 dengan rekomendasi membendung kekerasan dan
konflik horizontal.
“Workshop ini telah
menghasilkan beberapa rekomendasi mengenai penguatan jejaring sosial dan
langkah-langkah strategis membumikan dialog dalam membendung kekerasan dan
konflik horizontal,” kata Dekan FAI UMM, Imam Mawardi M.Ag.
Kegiatan yang diikuti
oleh 60 orang perserta, terdiri dari utusan para pemuka lintas agama dan
akademisi sekitar eks Karesidenan Kedu ini, dibuka secara resmi oleh
Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. Abdurrahman Mas’ud, PhD.
Para narasumber kunci
antara lain, Pdt Prof. Emanuel Gerrit Singgih, dari Universitas Kristen Duta
Wacana Yogyakarta, Prof Dr Amin Abdullah dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan
Pastur Ign Sumarya SJ dari Seminari Mertoyudan Magelang.
Dalam makalahnya yang
berjudul “Amanat Kasih sebagai Ciri Bersama Islam-Kristiani : Sebuah
Tanggapan Teologis Kontekstual Protestan,” Pdt. Prof. Emanuel Gerrit
Singgih menyampaikan tentang analisis A Common Word (Sebuah Kesamaan)
yakni dasar yang sama dari Islam dan Kristen yang merupakan surat terbuka
berisi rangkuman dari kegiatan dialogis yang dibuat oleh cendikiawan Islam
berkaitan dengan kesamaan dari Islam dan Kristen pasca pidato Paus Benedictus
XVI.
Menurutnya, Umat
Kristiani menganggapi positif Surat terbuka itu sebagai wujud
keramahtamahan dan kerjasama Muslim yang diulurkan kepada kaun Nasrani sedunia.
Ia mengakui, bahwa Islam dan Kristen tidak selalu bersahabat, hubungannya
kadang tegang bahkan bermusuhan.
Oleh karena itu, kata
Pdt Prof Emanuel Gerrit Singgih, umat Kristiani pertama-tama mengakui bersalah
dalam kegagalan membina hubungan baik dengan umat Islam. Kedua, keprihatinan
yang dikemukan dalam Surat Terbuka yang merupakan menjadi keprihatinan umat
Kristiani pula. Ketiga, keyakinan bahwa Hukum Kasih merupakan sesuatu
yang fundamental untuk diakui.
Di akhir acara, para
peserta workshop membuat komitmen bersama untuk senantiasa menciptakan ruang
dialog sekaligus menunjuk UMM menjadi pilar utama jejaring kerukunan beragama
di daerah Magelang dan sekitarnya.
Sayangnya, satu jam
setelah acara selesai, aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh
(GBSI) Kepunton Solo pun terjadi. Rektor UMM, Prof Dr Achmadi saat dikonfirmasi
Tribun Jogja pada Senin (26/9) terkait kasus tersebut mengatakan, pihaknya
sangat menyayangkan tragedi tersebut.
“Kita sangat
menyayangkan, mengutuk dan sangat prihatin atas aksi bom itu. Aksi seperti ini
jelas sangat merusak hubungan antarumat beragama. Itu bertentangan dengan
substansi agama yang sebenarnya,” tegasnya.
Menurutnya, sebenarnya
para umat agama yang ada di akar rumput sebenarnya baik-baik saja, bahkan para
pimpinannya pun demikian. “Cuma kita tidak tahu karena semua ini ada
provokatornya, dan itu entah untuk kepentingan politik ataupun kelompok yang
melakukan provokasi. Dan itu yang harus diantisipasi,” katanya.
Ia juga menegaskan pada
semua peserta workshop yang hadir, bahwa sebagai kader bangsa harus benar-benar
mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan provokasi semacam itu. Karena
munculnya aksi demikian tidak diketahui kapan dan pada siapa.
“Kita dan para tokoh
umat beragama perlu mengedepankan dan membangun interaklsi sosial dengan
sebaik-baiknya. Artinya, bukan masalah agama saja tapi juga masalah social
kemanusiaan,” tandasnya.(had)
