
Kebakaran Diduga Disebabkan Oleh Api Pendaki
Kebakaran Diduga
Disebabkan Oleh Api Pendaki
WONOSOBO, TRIBUN -
Lereng Gunung Sindoro yang ada di perbatasan Kabupaten Temanggung dan Wonosobo
kembali terbakar. Akibat kebakaran tersebut, sedikitnya hingga Minggu (25/9)
kemarin lahan seluas sekitar 10 hektar telah hangus. Kebakaran tersebut diduga disebabkan
oleh para pendaki yang biasanya membuat perapian di puncak untuk menghangatkan
badan.
Wakil Administratur
Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara, Sukmono Edwi
mengatakan, kebakaran terjadi di wilayah petak 21 RPH Anggrogondok, Wonosobo.
"Kebakaran terjadi sejak Sabtu (24/9), pukul 17.00, yang berada di lereng
Gunung Sindoro. Dan areal yang terbakar tersebut berupa rumput ilalang,”
katanya.
Menurutnya, kebakaran diperkirakan disebabkan oleh api yang dibuat oleh para pendaki atau pecinta alam yang melakukan pendakian ke puncak gunung tersebut. Ia mengatakan, pada Sabtu sekitar pukul 19.00 ditemukan pendaki dari Tangerang telah turun gunung, kemudian mereka berpapasan dengan pendaki dari Kebumen yang sedang naik.
"Nah, saat pendaki dari Kebumen naik dan sampai di lereng gunung, mereka berpapasan dengan pendaki dari Tangerang. Kemudian pendaki dari Kebumen melihat titik api dari puncak, lalu melaporkan pada petugas perhutani," katanya.
Untuk memadamkan keakaran tersebut, pihak perhutani mengerahkan sebanyak 30 petugas gabungan dari perhutani Wonosobo dan Temanggung secara manual dengan cara memukul titik api dan memutus jalurnya. Untuk jumlah titik api, perhutani belum bisa mengetahuinya.
Petugas perhutani, Slamet Raharjo mengatakan, api terlihat jelas merah menganga pada Minggu (25/9) pukul 04.00, karena sebelumnya sempat tertutup kabut tebal.
Menurutnya, kebakaran diperkirakan disebabkan oleh api yang dibuat oleh para pendaki atau pecinta alam yang melakukan pendakian ke puncak gunung tersebut. Ia mengatakan, pada Sabtu sekitar pukul 19.00 ditemukan pendaki dari Tangerang telah turun gunung, kemudian mereka berpapasan dengan pendaki dari Kebumen yang sedang naik.
"Nah, saat pendaki dari Kebumen naik dan sampai di lereng gunung, mereka berpapasan dengan pendaki dari Tangerang. Kemudian pendaki dari Kebumen melihat titik api dari puncak, lalu melaporkan pada petugas perhutani," katanya.
Untuk memadamkan keakaran tersebut, pihak perhutani mengerahkan sebanyak 30 petugas gabungan dari perhutani Wonosobo dan Temanggung secara manual dengan cara memukul titik api dan memutus jalurnya. Untuk jumlah titik api, perhutani belum bisa mengetahuinya.
Petugas perhutani, Slamet Raharjo mengatakan, api terlihat jelas merah menganga pada Minggu (25/9) pukul 04.00, karena sebelumnya sempat tertutup kabut tebal.
Ia menghawatirkan,
apabila tidak segera dimatikan, maka api akan terus merambat pada kawasan hutan
lindung. “Api menjalar dari puncak menuju ke bawah. Sedangkan di bawah areal
tersebut terdapat hutan lindung yang tertanam berbagai pepohonan antaralain
berupa akasia, rosomolo, puspo, kina dan lain-lain. Kalau tidak dimatikan
dengan segera ya bisa saja menjangkau hutan lindung,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, masih terdapat dua regu dari UNY dan UNNES yang juga melakukan pendakian. Pihaknya terus memperingatkan pada para pendaki ketika membuat perapian agar selalu dijaga dan dimatikan hingga benar-benar padam.
Saat ini, lanjutnya, masih terdapat dua regu dari UNY dan UNNES yang juga melakukan pendakian. Pihaknya terus memperingatkan pada para pendaki ketika membuat perapian agar selalu dijaga dan dimatikan hingga benar-benar padam.
“Mereka punya kode etik
untuk pecinta alam agar menjaga kelestarian lingkungan, tapi yang kami sesalkan
mereka selalu melanggarnya sendiri,” tegas Slamet.
Asisten Perhutani BKPH
Temanggung, Perum Perhutani KPH Kedu Utara, Juni Junaedi juga mengungkapkan,
sebelumnya, pada bulan Juli juga sudah ada yang terbakar. Bahkan ada dari tim
SAR Temanggung yang juga membantu pemadaman. Saat itu, ada empat hektare pada
petak 10 yang terbakar. Mulai dari pukul 18.00 sampai pukul 24.00 malam.
Ia juga sudah
berulangkali memperingatkan pada Grasindo selaku penyelenggara kegiatan
pendakian, namun tidak digubris.
"Pihak perhutani sebenarnya sudah berulangkali melarang pendakian selama musim kemarau, karena seringkali para pendaki membuat perapian di puncak kemudian menyebabkan kebakaran. Tapi pihak Grasindo selalu penyelenggara pendakian tetap nekat," katanya.(had)
"Pihak perhutani sebenarnya sudah berulangkali melarang pendakian selama musim kemarau, karena seringkali para pendaki membuat perapian di puncak kemudian menyebabkan kebakaran. Tapi pihak Grasindo selalu penyelenggara pendakian tetap nekat," katanya.(had)