
Pedagang Pasar Rejowinangun Tolak Harga Los dan Kios
Pedagang Pasar
Rejowinangun Tolak Harga Los dan Kios
MAGELANG,
TRIBUN - Para pedagang
lama Pasar Rejowinangun Kota Magelang merasa keberatan dan menolak harga los
dan kios pasar baru yang telah disosialisasikan oleh investor. Sebab, harga
yang ditetapkan oleh investor selaku pihak pembangun pasar baru, pascakebakaran pasar lama tiga
tahun silam, dinilai terlalu mahal.
Koordinator
Paguyuban Pedagang Pasar Rejowinangun, Nasiruddin Hadi mengatakan, harga los dan kios di luar jangkauan para pedagang
lama. Selain itu ketentuan membayar 30 persen dari total jumlah harga los dan kios setelah membayar tanda
jadi, terlalu besar jumlahnya. Apalagi 30 persen itu harus dicicil hanya tigakali dalam waktu tiga bulan.
“Menurut kami itu (harganya) masih terlalu mahal.
Ketentuan harus membayar 30 persen itu juga tidak rasional, sebab pasarnya saja baru mulai
dibangun. Kami minta besarnya hanya 20 persen dari total harga dan dicicil selama 10 bulan.
Tapi itu dengan catatan
harganya kami juga belum menyetujui,” katanya, kemarin usai hadir dalam acara sosialisasi
harga di Kantor Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Magelang.
Pembangunan Pasar baru
Rejowinangun dilakukan oleh investor PT Putra Wahid Pratama-PT Kuntjup (KSO).
Sebelumnya investor melakukan sosialisasi zoningisasi dan harga kepada para
pedagang lama. Investor menentukan harga los di lantai satu sebesar Rp 40
juta, Rp 48 juta dan Rp 65 juta. Sedangkan di lantai dua seharga Rp 35
juta, Rp 40 juta, dan Rp 53,5 juta. Harga tersebut belum termasuk
biaya PPN 10 persen, biaya administrasi dan biaya balik nama.
Pendaftaran pedagang lama untuk mengambil los dan
kios dimulai tanggal 26 September hingga 4 November 2011. Pedagang
harus membayar tanda jadi
sebesar Rp 1 juta untuk los, Rp 3 juta untuk kios, dan Rp 10
juta untuk toko berlantai dua (ruko). Tujuh hari setelah membayar tanda jadi, pedagang lama diwajibkan membayar 30 persen dari total jumlah harga los atau kios. Apabila
tidak dibayar lunas dalam waktu yang ditentukan, maka dianggap batal.
Menurut LSM Jaringan
Advokasi Publik (Jangan Suap), ketentuan nilai harga los dan kios dari investor
tersebut mebuktikan kekhawatiran para pedagang selama ini benar-benar terjadi.
Yaitu Pemerintah Kota Magelang dan investor tutup mata dan sama sekali tidak
menggubris kepentingan, kekuatan, dan kemampuan pedagang lama.
“Ternyata kekhawatiran yang kami rasakan beberapa
waktu lalu benar-benar terjadi, ini benar-benar percepatan penggusuran pedagang
seri kedua,” kata Humas LSM Jangan Suap, Agus Bhirawa, yang memantau sosialisasi
zoningisasi dan harga oleh investor tersebut.
Menurur Agus, ketentuan
harga yang teralu mahal tersebut, bukti investor tidak mengakomodir kepentingan pedagang lama.
Padahal Pasar Rejowinangun yang memakan biaya Rp 100 miliar lebih ini, sebenarnya diperuntukan untuk pedagang lama.
Koordinator LSM Alma Magelang,
Abdurahman mengatakan, harga kios dan los
Pasar Rejowinangun sangat mencekik pedagang pasar yang menjadi korban musibah
kebakaran tiga tahun silam. Harga yang di tetapkan oleh investor sangat mahal sehingga bisa
mengancam kehidupan pedagang lama.
“Saya katakan mengancam kehidupan pedagang lama
karena sudah ada pejabat yang mengeluarkan perintah, bagi pedagang yang tidak
mampu disuruh menjual haknya, karena harga jual bisa mencapai Rp 10 juta
permeter persegi,” tegasnya.
Sementara itu, Bagian
Pemasaran PT Putra Wahid Pratama-PT Kuntjup (KSO), Iwan menjelaskan, bahwa
selaku investor, ketentuan adanya uang tanda jadi membeli
adalah sebagai jaminan. Karena investor tidak ingin setelah Pasar baru
Rejowinangun yang dibangun sudah jadi nanti tidak ada yang membeli.
Investor, menurutnya, tidak diperkenankan
memasarkan kios dan los sebelum pedagang lama mendapatkan kios dan los seluruhnya. Sehingga harus ada jaminan dari pedagang lama
bahwa mereka akan membeli kios dan los dengan bentuk uang tanda jadi.
“Karena sisa kios dan los yang nanti tidak dibeli
oleh pedagang lama, harus kami yang memasarkannya sendiri. Sehingga harus ada
jaminan agar kami mengetahui berapa yang pasti terjual, saya kira ini adalah
hal wajar dalam jual beli properti,” jelas Iwan.
Soal kewajiban membayar
30 persen setelah membayar uang tanda jadi, Iwan juga menjelaskan bahwa itu adalah hal yang umum.
Begitu pula soal waktu cicilan yang hanya tiga bulan lamanya sudah hal lumrah.(had)