
Bangunan Belanda Dibongkar Diganti Ruko
MAGELANG, TRIBUN - Satu persatu bangunan bersejarah di Kota
Magelang runtuh, belum adanya Peraturan Daerah (Perda) yang memberikan
perlindungan terhadap bangunan yang seharusnya masuk dalam benda cagar budaya
menjadikan upaya pelestarian bangunan tersebut semakin sulit.
Setelah Bioskop Kresna yang dirobohkan beberapa waktu lalu, kini giliran sebuah rumah tinggal di Jalan Pajang, Bayeman, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Senin, (6/2) juga dirobohkan.
Komunitas Kota Toea Magelang (KTM) yang mengetahui kejadian ini sangat menyayangkan dirobohkannya bangunan tersebut. Menurut mereka, rumah tersebut merupakan salah satu bangunan dari komplek Kota Tua di Bayeman yang diperkirakan dibangun 1915. Selain Cacaban dan Kwarasan, komplek Bayeman merupakan salah satu pusat pemukiman penduduk pada masa kolonial. Dahulu komplek ini merupakan tempat tinggal para bangsawan dan petinggi pemerintahan pada masa Hindia Belanda.
"Dilihat dari model bangunannya jelas rumah tersebut merupakan bagian dari komplek pemukiman yang ada di Bayeman. Seharusnya bangunan ini masuk dalam benda cagar budaya dan dijaga kelestariannya, namun ini malah sebaliknya," kata Koordinator KTM, Bagus Priyana, yang beberapa hari lalu ia juga menjadi guide seorang wisatawan dari Belanda yang keliling komplek Kota Tua, Kota Magelang.
Menurutnya, sikap pemkot yang terkesan membiarkan satu persatu bangunan bersejarah yang ada di Kota Magelang dirobohkan juga menjadi sebuah keprihatinan tersendiri. Walaupun, Kota Magelang belum mempunyai Perda yang melindungi bangunan bersejarah, lanjut Bagus, seharusnya pemkot mengacu pada UU 11/2010 tentang cagar budaya, yang dalam undang-undang dijelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.
"Selain itu dalam undang undang itu juga dijelaskan bahwa bupati/wali kota bisa penetapan status Cagar Budaya setelah ada rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya. Jadi tidak ada alasan lagi, pemkot jelas harus berperan dalam upaya pelestarian," tegasnya.
Bagus mengatakan, terkait perundang-undangan tersebut, saat ini pemkot belum melakukan apa-apa. Selain belum jelasnya perda perlindungan benda cagar budaya, pemkot juga tidak melakukan upaya melakukan pendataan ulang mana saja bangunan di Kota Magelang yang layak dijadikan benda cagar budaya.
Ia tidak menafikan bahwa saat ini pemkot memiliki inventarisir bangunan yang masuk cagar budaya. Namun menurutnya, itu sangat jauh dari jumlah sebenarnya di lapangan.
Menurut pendataan yang dilakukan pihaknya, yang didasarkan ketentuan dalam undang-undang tersebut bahwa bangunan yang berumur lebih dari 50 tahun dan mewakili bentuk pada masanya bisa dikategorikan benda cagar budaya, maka jumlah yang dimiliki pemkot tidak lagi valid.
"Pemkot hanya menginventarisir ada 36 bangunan yang masuk benda cagar budaya, padahal berdasarkan penelusuran kami, ada 200 lebih. Dan sampai saat ini pemkot belum melakukan inventarisir ulang," ungkapnya.
Sementara itu, salah satu pekerja yang berada di rumah di Jalan Pajang, Bayeman, mengaku bernama Deny, mengatakan, bahwa rumah tersebut milik majikannya, Koh Wee salah satu pengusaha cengkeh. Rumah tersebut dibongkar dan rencananya akan dijadikan ruko.
"Luasanya kurang tau, ini milik majikan saya. Setelah dibongkar mau dijadikan ruko," katanya.(had)
Setelah Bioskop Kresna yang dirobohkan beberapa waktu lalu, kini giliran sebuah rumah tinggal di Jalan Pajang, Bayeman, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Senin, (6/2) juga dirobohkan.
Komunitas Kota Toea Magelang (KTM) yang mengetahui kejadian ini sangat menyayangkan dirobohkannya bangunan tersebut. Menurut mereka, rumah tersebut merupakan salah satu bangunan dari komplek Kota Tua di Bayeman yang diperkirakan dibangun 1915. Selain Cacaban dan Kwarasan, komplek Bayeman merupakan salah satu pusat pemukiman penduduk pada masa kolonial. Dahulu komplek ini merupakan tempat tinggal para bangsawan dan petinggi pemerintahan pada masa Hindia Belanda.
"Dilihat dari model bangunannya jelas rumah tersebut merupakan bagian dari komplek pemukiman yang ada di Bayeman. Seharusnya bangunan ini masuk dalam benda cagar budaya dan dijaga kelestariannya, namun ini malah sebaliknya," kata Koordinator KTM, Bagus Priyana, yang beberapa hari lalu ia juga menjadi guide seorang wisatawan dari Belanda yang keliling komplek Kota Tua, Kota Magelang.
Menurutnya, sikap pemkot yang terkesan membiarkan satu persatu bangunan bersejarah yang ada di Kota Magelang dirobohkan juga menjadi sebuah keprihatinan tersendiri. Walaupun, Kota Magelang belum mempunyai Perda yang melindungi bangunan bersejarah, lanjut Bagus, seharusnya pemkot mengacu pada UU 11/2010 tentang cagar budaya, yang dalam undang-undang dijelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.
"Selain itu dalam undang undang itu juga dijelaskan bahwa bupati/wali kota bisa penetapan status Cagar Budaya setelah ada rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya. Jadi tidak ada alasan lagi, pemkot jelas harus berperan dalam upaya pelestarian," tegasnya.
Bagus mengatakan, terkait perundang-undangan tersebut, saat ini pemkot belum melakukan apa-apa. Selain belum jelasnya perda perlindungan benda cagar budaya, pemkot juga tidak melakukan upaya melakukan pendataan ulang mana saja bangunan di Kota Magelang yang layak dijadikan benda cagar budaya.
Ia tidak menafikan bahwa saat ini pemkot memiliki inventarisir bangunan yang masuk cagar budaya. Namun menurutnya, itu sangat jauh dari jumlah sebenarnya di lapangan.
Menurut pendataan yang dilakukan pihaknya, yang didasarkan ketentuan dalam undang-undang tersebut bahwa bangunan yang berumur lebih dari 50 tahun dan mewakili bentuk pada masanya bisa dikategorikan benda cagar budaya, maka jumlah yang dimiliki pemkot tidak lagi valid.
"Pemkot hanya menginventarisir ada 36 bangunan yang masuk benda cagar budaya, padahal berdasarkan penelusuran kami, ada 200 lebih. Dan sampai saat ini pemkot belum melakukan inventarisir ulang," ungkapnya.
Sementara itu, salah satu pekerja yang berada di rumah di Jalan Pajang, Bayeman, mengaku bernama Deny, mengatakan, bahwa rumah tersebut milik majikannya, Koh Wee salah satu pengusaha cengkeh. Rumah tersebut dibongkar dan rencananya akan dijadikan ruko.
"Luasanya kurang tau, ini milik majikan saya. Setelah dibongkar mau dijadikan ruko," katanya.(had)