• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

Museum Jendral Sudirman Sepi Pengunjung






Museum Jendral Sudirman yang berada di Jalan Ade Irma Suryani C7 Kota Magelang, Senin (9/4) siang nampak sepi, hanya ada ada dua petugas yakni staf pengelola dan tukang kebun yang beraktivitas di sekitar gedung tua tersebut.

Museum ini, adalah salah satu dari enam museum Jendral Sudirman yang ada di Indonesia. Antaralain berada di Magelang, Banyumas, Sasmitaloka Yogya, Pacitan, Monumen Jogja Kembali, dan Satria Mandala Jakarta.

Gedung peninggalan pemerintahan kolonial yang pada masa perang kemerdekaan dijadikan sebagai tempat peristirahatan para tentara Indonesia sekaligus sebagai kediaman Jendral Sudirman ini, memiliki nilai sejarah yang tinggi. Karena di tempat ini pula, Jendral bintang lima yang terkenal dengan strategi perang gerilyanya itu, tutup usia tepat hari Minggu, 29 Januari 1950, pukul 18.30 WIB.

Bangunan yang berdiri sekitar tahun 1930 ini, sejak 27 Februari 1976 telah dialihfungsikan sebagai museum, dan sejak tahun 1980 baru dibuka untuk umum. Museum ini, memiliki tujuh ruangan antaralain ruang tamu, ruang kerja, ruang keluarga, ruang dokter pribadi, tempat tidur yang juga tempat meninggalnya Jendral Sudirman, ruang makan, dan ruang dapur yang saat ini difungsikan untuk menyimpan meja penyucian jenazah Jendral Sudirman.

Selain ruang-ruang tersebut, juga terdapat replika tandu (tandu yang asli berada di Museum Sasmitaloka Yogya), peta gerilya, lukisan-lukisan perjuangan Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman, dan lain-lain.
Dari seluruh isi ruangan dan benda-benda yang ada, menurut Staf Pengelola Museum Jendral Sudirman, Muhammad Ardani (22), yang paling menarik adalah kamar tidur dan meja tempat pemandian jenazah. Karena, di ruang itulah bapak Tentara Nasional Indonesia ini menghadap ke sisi Tuhan YME.

“Seolah-olah kalau kita masuk ke ruang itu, suasana detik-detik wafatnya Jendral Sudirman masih terasa,” katanya.

Ardani yang telah menjaga museum ini sejak Juli 2008 lalu juga mengaku ingin sekali ketika tidur bisa bermimpi bertemu Jendral Sudirman. “Saya ingin sekali ketemu Jendral Sudirman, tapi sampai saat ini belum pernah. Kebanyakan malah ketemu anak-anak kecil keturunan Belanda yang bermain di sekitar museum dan perempuan Belanda yang senyum-senyum sendiri pada saya,” ungkapnya.

Ia pun berangan-angan apabila dalam mimpinya bertemu dengan Jendral Sudirman, ingin sekali bersalaman dengan orang yang pantang mundur berperang walaupun dalam keadaan sakit tersebut. Sosok Sudirman baginya adalah patriot yang pantang menyerah walaupun dalam keadaan sakit dan harus ditandu, tetap memimpin langsung perang gerilya untuk mengusir Belanda.

 “Kalau bisa ketemu kan siapa tahu ke depan bisa menemukan jalan hidup yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Ardani juga mengungkapkan pengalaman mistisnya menjaga museum tersebut. Pada minggu pertama ia ditugaskan menjaga museum ini, ia langsung jatuh sakit setelah masuk ke ruangan meja pemandian jenazah.

“Saat itu saya ngeri sekali. Sampai-sampai saya sakit dan sempat tidak mau ditugaskan kembali di museum ini karena ketakutan. Tapi sekarang sudah biasa melihat hal-hal yang seperti itu,” katanya tanpa menjelaskan lebih lanjut ucapannya tersebut.

Di hari biasa, museum ini dibuka mulai pukul 08.00-15.00, dan tanpa ada pungutan biaya untuk pengunjung. Sayangnya, minat masyarakat untuk berkunjung masih rendah. Bahkan, dalam dua minggu tidak jarang tanpa ada satupun pengunjung yang datang. Pengunjung ramai hanya pada saat liburan sekolah di akhir semester dan liburan panjang yang sebagian besar adalah pengunjung dari luar daerah.

Ia menyadari, minimnya koleksi yang ada mempengaruhi minat kunjungan wisatawan. Padahal, pihaknya sudah berulang kali menggandeng agen travel dan sekolah-sekolah untuk mensosialisasikan keberadaan museum ini, namun masih tetap sepi. Padahal untuk masuk ke museum ini, tidak dipungut biasaya sama sekali.

Untuk pemeliharaan, museum ini mendapatkan anggaran melalui Disporabudpar Kota Magelang. Sehingga, kunjungan wisatawan secara gratis tidak memengaruhi sektor perawatan. Namun, kata Ardani, kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai sejarah masih belum terbangun.

“Saya juga menyayangkan para pejabat-pejabat daerah yang menjadi contoh malah ga pernah ke sini. Bahkan selama saya di sini, tidak pernah ada satupun anggota dewan yang menengok,” keluhnya. m nur huda