• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

Wali Kota Ikrarkan Program Kota Sejuta Bunga

Gerebeg Gethuk Kota Magelang 2012


MAGELANG, TRIBUN - Ribuan warga Kota Magelang memadati Alun-alun untuk menyaksikan prosesi Budaya dan Gerebek Gethuk, sekaligus berebut dua gunungan gethuk yang menjadi simbol kota ini, Minggu (15/4). Prosesi tahunan yang disebut pesta rakyat ini merupakan rangkaian kegiatan peringatan hari jadi Kota Magelang yang ke 1106 tahun 2012.

Prosesi Grebeg Gethuk sendiri dimulai pukul 10.45 hingga 11.25, diawali dengan kirab oleh Wali Kota Magelang beserta jajarannya dari Masjid Kauman menuju Alun-alun. Sebelumnya, juga ditampilkan berbagai kesenian tradisional kolosal antaralain Tari Laskar Tidar, Tari Undhuk dan Orkes Klunthung Topeng Ireng.

Kemudian disambung dengan upacara peringatan hari jadi menggunakan bahasa Jawa.
Pada tahun lalu, Wali Kota beserta Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) dikirab menggunakan kereta kencana yang disewa dari Keraton Yogyakarta, namun untuk tahun ini, prosesi tersebut diganti dengan penampilan Sendratari Mentiasih Dumadine Kutha Magelang.

Dalam kesempatan tersebut, Wali Kota, Ir Sigit Widyonindito juga berikrar dan mencanangkan Kota Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga ditandai dengan pemukulan gong. Pemukulan itu juga sekaligus membuka Gerebeg Gethuk. Dua gunungan gethuk yang telah dipersiapkan di depan panggung kehormatan, secara serentak ribuan masyarakat yang hadir langsung berebut gethuk tersebut.

Kepala Disporabudpar Kota Magelang, Edi Wahjanto, mengatakan bahwa prosesi ini memang sekaligus sebagai bentuk pencanangan kota sejuta bunga. Hal itu dapat diketahui selama prosesi, pihak panitia membagikan sekuntum bunga mawar merah kepada tamu undangan, dan seluruh pemain yang terlibat dalam prosesi ini.
“Tadi telah dibacakan Ikrar yang berisi bahwa Kota Magelang sudah mulai masuk tahapan awal atau persiapan menjadi kota sejuta bunga. Jadi mulai hari ini (kemarin_Red) juga, kita sudah mulai bersiap-siap untuk terus maju ke depan,” katanya.

Memang, untuk mencapai target program Kota Sejuta Bunga harus melalui berbagai tahapan -tahapan pembangunan, secara jelas tertuang dalam rencana strategis pada perencanaan pembangunan secara bertahap mulai 2011-2015. Tahap pertama adalah persiapan, kedua pencanangan, pada 2013 pemkot masuk tahap magelang menata dan menghias. Kemudian untuk tahapan selanjutanya, adalah magelang berkesan, sedangkan tahapan terakhir magelang menarik. Pada tahapan ini rencananya akan ada kegiatan Magelang Visit Years 2015.

Edi mengatakan, untuk mencapai program tersebut memang tidak mudah, banyak kendala yang dihadapi. Yaitu peran media massa untuk terus mensosialisasikan arti dari program tersebut. Agar bukan hanya sekadar slogan saja, tapi juga benar-benar menjadi kota yang rapi, bersih, aman dan tertib.

Ia juga menegaskan, bahwa prosesi Budaya Gerebeg Gethuk ini rencananya akan ditetapkan sebagai wisata budaya. Namun yang terpenting adalah masyarakat bisa memahami makna prosesi gerebeg itu sendiri. “Pada saat ada even international hease nanti, kita juga akan upayakan untuk mempromosikannya, dan sasaran kita adalah wisatawan asing,” katanya.

Selain Gerebeg Gethuk, pada Minggu kemarin juga digelar Batik Karnival dan Kirab Budaya. Dalam karnival tersebut, Puteri Indonesia Pariwisata 2011, Andi Tenri Hanum Utari Natassa, atau Andi Natassa didaulat menjadi ikon batik Magelangan ini. Ia memakai busana Batik Magelang dan berdiri di atas sebuah mobil  terbuka yang dihias dengan berbagai macam bunga taman, dan diikuti puluhan peragawati.

“Selama ini kan batik magelang belum begitu populer. Maka dengan menghadirkan Puteri Indonesia ini diharakan nantinya bisa dikenal masyarakat luas,” imbuh Edi Wahjanto.

Dalam proses Batik Karnival dan Kirab Budaya, nampak ribuan masyarakat Magelang memadati sepanjang Jalan yang dilalui. Peserta kirab budaya sendiri, diikuti oleh sebanyak 29 peserta  dengan jumlah total sebanyak 1.500 orang penampil. Demikian jumlah total dalam kegiatan Prosesi Budaya dan Gerebeg Gethuk yang terlibat sebanyak 2.500 seniman penampil.(had)

Mbilung Ingin Kembalikan Sejarah
Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang, Condro Bawono atau akrab dipanggil Mbilung Sarawita mengatakan, prosesi Gerebeg Gethuk yang menghadiurkan dua gunungan gethuk itu sedikitnya menghabiskan bahan sebanyak 150 kilogram. Gunungan tersebut dibuat oleh para seniman rupa Magelang Art Potpourri, sejak Sabtu (14/4) malam.

Mbilung mengakui, bahwa konsep yang digunakan untuk prosesi gerebeg kali ini jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Perbedaan tersebut nampak jelas terletak pada prosesi kirab kereta kencana. Namun wali kota beserta jajarannya hanya berjalan kaki dari Masjid Kauman menuju panggung kehormatan. “Sebelumnya sudah kita komunikasikan dengan Komisi C dan Ketua DPRD, semuanya telah menyetujuinya. Jadi tidak ada masalah,” katanya.

Menurutnya,  Kota Magelang dalam sejarahnya bukanlah kerajaan melainkan tanah Perdikan. Maka dengan menghilangkan prosesi kirab wali kota dengan kereta kencana adalah sebagai bentuk pengembalian sejarah. “Jadi tidak tepat wali kota berperan sebagai raja seperti tahun-tahun sebelumnya. Kita mencoba mengembalikan seperti yang dilakukan oleh pak Wali Kota Sukadi (1994-1999),” katanya.

Perbedaan lainnya adalah tidak adanya proses penancapan paku tidar oleh Syekh Subakir. Menurut Mbilung, prosesi tersebut sengaja dihilangkan dan diganti penampilan Sendratari Mentiasih yang memiliki arti Dumadine Kutha Magelang (berdirinya Kota Magelang). Ia mengaku puas dengan proses acara yang berjalan lancar dan tepat waktu.

Sementara itu, Gepeng Nugroho, seniman muda berbakat yang tahun sebelumnya menangani Gerebeg Gethuk, enggan berkomentar banyak. “Memang secara keseluruhan dan konsep pertunjukan mulai membaik dari sisi artistiknya. Tapi untuk hal sejarah, biarlah mereka beralibi,” cetusnya.

Seniman senior Magelang, Mualim M Sukethi saat ditemui di tengah alun-alun mengatakan, memang masyarakat Magelang hingga saat ini masih haus hiburan. Sehingga berbagai even besar yang digelar selalu menjadi perhatian. Adanya panggung besar di tengah alun-alun yang sebelumnya digunakan untuk penampilan Sendratari Mentiasih, alangkah baiknya seusai prosesi gerebek dimanfaatkan untuk pementasan musik anak-anak muda.

“Padahal sudah disewa mahal tapi hanya digunakan untuk pementasan saja setelah itu selesai. Kalau itu dimanfaatkan untuk penampilan komunitas-komunitas musik di Magelang hingga semalam suntuk, pasti Magelang akan terlihat semarak,” tandasnya.




Ia juga mengkritik setting tenda dan panggung yang diterapkan dalam prosesi gerebek tahun ini. Menurutnya, setting yang diterapkan dipastikan tidak akan bagus ditangkap oleh kamera. “Setting yang ada ini sangat susah apabila ingin mengambil ikon kota ini entah itu water torn maupun patung P Diponegoro,” ungkap pegiat film yang juga berprofesi sebagai sutradara di ibukota ini.(had)