Wali Kota Tidak Lagi Dikirab Kereta Kencana
Peringatan Hari Jadi Kota Magelang
MAGELANG, TRIBUN - Kegiatan prosesi perayaan budaya Gerebek Gethuk sekaligus hari jadi Kota Magelang ke-1106 akan dilaksanakan 15 April mendatang di alun-alun, namun untuk prosesi tahun ini dipastikan berbeda. Apabila tahun sebelumnya Wali Kota beserta jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) diarak menggunakan kereta kencana yang disewa dari Keraton Yogyakarta, untuk tahun ini prosesi tersebut ditiadakan.
“Penggunaan kereta Keraton Yogyakarta tersebut bertentangan dengan sejarah terjadinya Kota Magelang yang dulunya hanya tanah Perdikan dan tidak mempunyai sejarah keraton,“ kata Panitia pelaksana sekaligus Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang, Chandra Birowo.
Selain perubahan tersebut, kata Chandra, perubahan juga terjadi pada busana yang dikenakan oleh Wali Kota, Wakil Wali Kota dan Forpimda pada saat prosesi Gerebek Gethuk. Apabila sebelumnya mereka mengenakan busana gaya Mataram Baru, yakni Wali Kota memerankan sebagai Ratu Dyah Balitung, tetapi untuk tahun ini tradisi tersebut juga ditiadakan.
“Tradisi memerankan Ratu Dyah Balitung juga ditiadakan , sebagai gantinya wali kota dan tamu undangan lainnya hanya sebagai penonton atau tamu kehormatan usai prosesi,” katanya.
Chandra menjelaskan, sebagai ganti prosesi dengan naik kereta kencana, panitia akan menggelar sendratari kolosal Dumadining Kutha Magelang yang akan dimainkan oleh 210 penari. Penari tersebut berasal dari alumni ISI Yogyakarta dan Surakarta yang ada di wilayah Magelang, juga didukung oleh para guru SMP MGMP kesenian Kota Magelang. Tari Laskar Tidar Kolosal dari tim SMA Negeri 2 Kota Magelang juga akan tampil.
Selain pementasan tarian kolosal, lanjutnya, rangkaian peringatan tahun ini juga dimeriahkan dengan pesta kesenian tradisional. Pentas kesenian tradisional yang berkembang dan tumbuh di Kota Magelang tersebut akan dibagi di tiga tempat yakni di Lapangan Perum Depkes untuk wilayah KecamatanMagelang Utara, di Lapangan Kwarasan, Kelurahan Cacaban, untuk Magelang Tengah dan Lapangan Tidar Tanon untuk Magelang Selatan.
Acara lain yang akan digelar yakni pergelaran wayang kulit semalam suntuk di Kampung Meteseh (Mantiasih- yang dipercaya cikal bakal Kota Magelang) pada Sabtu (10/4) malam. Sedangkan puncak acaranya yakni wayang kulit semalam suntuk di Alun-alun Kota Magelang pada 28 April mendatang.
Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Kota Magelang, Ningrum, menambahkan, sebelumnya wali kota beserta Forpimda diarak dari rumah dinas di Jalan Cempaka hingga alun-alun, namun tahun ini mereka memulainya dari Masjid Kauman sebagai transit, kemudian berjalan menuju hingga alun-alun.
“Semua itu bertujuan untuk mengembalikan sejarah Kota Magelang seperti aslinya. Seperti mengangkat kembali nilai sejarah bahwa setiap ada alun-alun pasti ada masjid agung yang keduanya saling terkait. Sebab di tahun-tahun sebelumnya sempat mendapatkan kritikan karena melenceng dari catatan sejarah,” katanya.
Berbagai kegiatan selain tersebut di atas juga akan memeriahkan perayaan tahun ini. Antaralain Magelang Night Carnival (28/4), Pameran Magelang Tempoe Doeloe (26-29/4), Festival Wisata Kuliner (27-29/4), Rally Mobil Kuno (28-29/4), dan berbagai kegiatan seni dan olahraga lainnya. Ningrum menyebutkan, kegiatan prosesi perayaan budaya Kota Magelang ini, menghabiskan anggaran sebesar Rp 425 juta.
“Pokoknya tahun ini konsepnya adalah full pesta rakyat Kota Magelang,” tegasnya.(had)
MAGELANG, TRIBUN - Kegiatan prosesi perayaan budaya Gerebek Gethuk sekaligus hari jadi Kota Magelang ke-1106 akan dilaksanakan 15 April mendatang di alun-alun, namun untuk prosesi tahun ini dipastikan berbeda. Apabila tahun sebelumnya Wali Kota beserta jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) diarak menggunakan kereta kencana yang disewa dari Keraton Yogyakarta, untuk tahun ini prosesi tersebut ditiadakan.
“Penggunaan kereta Keraton Yogyakarta tersebut bertentangan dengan sejarah terjadinya Kota Magelang yang dulunya hanya tanah Perdikan dan tidak mempunyai sejarah keraton,“ kata Panitia pelaksana sekaligus Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang, Chandra Birowo.
Selain perubahan tersebut, kata Chandra, perubahan juga terjadi pada busana yang dikenakan oleh Wali Kota, Wakil Wali Kota dan Forpimda pada saat prosesi Gerebek Gethuk. Apabila sebelumnya mereka mengenakan busana gaya Mataram Baru, yakni Wali Kota memerankan sebagai Ratu Dyah Balitung, tetapi untuk tahun ini tradisi tersebut juga ditiadakan.
“Tradisi memerankan Ratu Dyah Balitung juga ditiadakan , sebagai gantinya wali kota dan tamu undangan lainnya hanya sebagai penonton atau tamu kehormatan usai prosesi,” katanya.
Chandra menjelaskan, sebagai ganti prosesi dengan naik kereta kencana, panitia akan menggelar sendratari kolosal Dumadining Kutha Magelang yang akan dimainkan oleh 210 penari. Penari tersebut berasal dari alumni ISI Yogyakarta dan Surakarta yang ada di wilayah Magelang, juga didukung oleh para guru SMP MGMP kesenian Kota Magelang. Tari Laskar Tidar Kolosal dari tim SMA Negeri 2 Kota Magelang juga akan tampil.
Selain pementasan tarian kolosal, lanjutnya, rangkaian peringatan tahun ini juga dimeriahkan dengan pesta kesenian tradisional. Pentas kesenian tradisional yang berkembang dan tumbuh di Kota Magelang tersebut akan dibagi di tiga tempat yakni di Lapangan Perum Depkes untuk wilayah KecamatanMagelang Utara, di Lapangan Kwarasan, Kelurahan Cacaban, untuk Magelang Tengah dan Lapangan Tidar Tanon untuk Magelang Selatan.
Acara lain yang akan digelar yakni pergelaran wayang kulit semalam suntuk di Kampung Meteseh (Mantiasih- yang dipercaya cikal bakal Kota Magelang) pada Sabtu (10/4) malam. Sedangkan puncak acaranya yakni wayang kulit semalam suntuk di Alun-alun Kota Magelang pada 28 April mendatang.
Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Kota Magelang, Ningrum, menambahkan, sebelumnya wali kota beserta Forpimda diarak dari rumah dinas di Jalan Cempaka hingga alun-alun, namun tahun ini mereka memulainya dari Masjid Kauman sebagai transit, kemudian berjalan menuju hingga alun-alun.
“Semua itu bertujuan untuk mengembalikan sejarah Kota Magelang seperti aslinya. Seperti mengangkat kembali nilai sejarah bahwa setiap ada alun-alun pasti ada masjid agung yang keduanya saling terkait. Sebab di tahun-tahun sebelumnya sempat mendapatkan kritikan karena melenceng dari catatan sejarah,” katanya.
Berbagai kegiatan selain tersebut di atas juga akan memeriahkan perayaan tahun ini. Antaralain Magelang Night Carnival (28/4), Pameran Magelang Tempoe Doeloe (26-29/4), Festival Wisata Kuliner (27-29/4), Rally Mobil Kuno (28-29/4), dan berbagai kegiatan seni dan olahraga lainnya. Ningrum menyebutkan, kegiatan prosesi perayaan budaya Kota Magelang ini, menghabiskan anggaran sebesar Rp 425 juta.
“Pokoknya tahun ini konsepnya adalah full pesta rakyat Kota Magelang,” tegasnya.(had)
