• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

Wartawan Udin Dikukuhkan Menjadi Pahlawan Pers Nasional

BANTUL – Tepat 17 tahun meninggalnya wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin karena dibunuh, para wartawan dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik, menggelar deklarasi pengukuhan Udin sebagai Pahlawan Pers Nasional.

Pengukuhan dilaksanakan di sela upacara bendera dan peringatan HUT RI ke-68 yang dilaksanakan dan diikuti para wartawan di makam Udin, di Dusun Gedongan, Trirenggo, Bantul, DIY, Sabtu (17/8).

“Dengan ini kita kukuhkan Fuad Syafrudin atau Mas Udin sebagai Pahlawan Pers Nasional,” kata salah satu wartawan, Judiman, selaku inspektur upacara, dan ditirukan seluruh wartawan dengan tangan terkepal.

Dalam prosesi pengukuhan tersebut, juga dilakukan prosesi penyerahan bendera merah putih pada istri almarhum Udin, yakni Marsiyem (47) yang juga ikut hadir.

Usai upacara bendera dan pengukuhan itu, para jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan Untuk Udin, bersama-sama berziarah ke makam jurnalis yang saat itu bertugas sebagai reporter harian Bernas tersebut.

Usai mengikuti berbagai prosesi di atas, Marsiyem mengungkapkan perasaannya menahan ketidakpastian penegakan hukum selama 17 tahun ini.

Meskipun rasa pesimis pihak kepolisian untuk bersedia menyelesaikan kasus pembunuhan ini hingga tuntas sempat dilontarkan Marsiyem, namun ia tetap optimis dengan dorongan kuat dari para wartawan kasus ini dapat terungkap.

“Mudah-mudahan dengan ini (pengukuhan) menjadi titik ulang mengungkap kasus ini lagi,” ujarnya.

Seperti diketahui, Udin meninggal tepat pada tanggal 16 Agustus 1996, setelah sebelumnya dipukul oleh orang tak dikenal pada tanggal 13 Agustus 1996 di rumahnya Jalan Parangtritis Km 13 Bantul.

Udin dikenal sebagai wartawan yang kritis. Kasus pembunuhan terhadap dirinya, juga terkait banyak tulisan tentang potongan Inpres Desa Tertinggal (IDT) kala itu, dan juga janji kampanye Bupati Bantul saat itu Sri Roso Soedarmo.

“Saat itu kalau adanya teror sih enggak, Cuma perasaan saja was-was. Sebab kadang ada orang yang datang menanyakan. Tapi karena dia (Udin) mengatakan ga ada masalah ya kita menanggapinya ga serius,” ungkap Marsiyem mengingat saat-saat sebelum Udin dipukuli orang tak dikenal.

Tepat di hari ulang tahun kemerdekaan RI ini, Marsiyem tidak henti-hentinya menyampaikan harapan serupa supaya kasus ini terungkap dengan sejelas-jelasnya. Meskipun harapannya pada pemerintah untuk dapat menuntaskan kasus ini pun seakan luntur.

“Aku sudah ga punya harapan, aku hanya berharap kasus ini terungkap dengan sebenarnya,” ujarnya.

Sementara itu, mengingat kasus ini sudah 17 tahun sehingga tahun depan dipastikan kadaluarsa apabila kasus ini tidak dibuka kembali dan dilanjutkan penyelidikannya, Marsiyem hanya mengaku pasrah. “Kita pasrah saja,” tuturnya dengan nada lirih sambil menundukkan kepala.

Meskipun demikian, dua anaknya yakni Zulkarnaen Wikanjaya (20), Zulaekah Dito Krisna (24), menurut penuturan Marsiyem, sangat bangga dengan profesi ayahnya sebagai Wartawan, walaupun harus meninggal dengan cara demikian.

“Yang jelas, anak-anak bangga memiliki orangtua Wartawan. Mereka bangga karena ayahnya menjadi wartawan yang berjuang untuk kebenaran. Meskipun juga sudah pasrah dengan peristiwa itu,” katanya.

Ia juga tidak ingin berkomentar banyak terhadap pengukuhan para wartawan yang mengharapkan Udin sebagai Pahlawan Pers Nasional. Sebab menurutnya yang dapat menilai layak dan tidaknya seseorang diangkat sebagai pahlawan adalah bila telah memenuhi criteria yang ada.

“Mudah-mudahan dengan banyaknya kalangan wartawan dari mana-mana ini saya berharap kasus ini bias segera selesai,” harapnya.(huda)