• All
  • Seni Budaya
  • Gosip
  • Hukum dan Kriminal
gravatar

39 Klenteng di Pulau Jawa Ikuti Ruwat Bumi



MAGELANG, TRIBUN - Ribuan umat Tri Dharma dari 39 Kelenteng berbagai kota di Pulau Jawa sejak Minggu (18/3) pagi telah memadati sekitaran alun-alun Kota Magelang. Kedatangan mereka adalah untuk mengikuti kirab budaya dan ruwat bumi 2012 Kongco Hok Tek Tjing Sin (Dewa Bumi) di kota gethuk ini.

Acara ruwat bumi diawali dengan ritual mulai pukul 06.00 WIB di Klenteng Liong Hok Bio Kota Magelang, kemudian dari masing-masing daerah mengeluarkan kongco (patung dewa) yang mereka bawa. Kongco tersebut kemudian dipersiapkan di atas Kio Hok Tik Tjing Sien atau tandu besar seberat 150 kilogram, terbuat dari tatahan dan balutan emas pada seluruh detailnya.

“Kio Hok Tik Tjing Sien merupakan sumbangan dari masyarakat Tionghoa Magelang. Biaya pembuatannya hampir Rp 200 juta,” ungkap Ketua Yayasan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Liong Hok Bio Magelang, Paul Candra Wesi Aji atau AW.

Selain itu, juga ada Kio Hian Thian Sian Te (Dewa Pengobatan) dan Kio Hao Liang Hong (penjaga), semuanya dipersiapkan di sebelah timur alun-alun Magelang.

Kirab dimulai sekitar pukul 10.00 diawali dari halaman Klenteng diiringi dengan musik genderang serta iringan musik tradisional. Karena bukan hanya kesenian khas tionghoa yang tampil seperti barongsai, dan ular naga sepanjang 100 meter, namun kesenian tradisional berupa topeng ireng dan kuda lumping, warok, juga mengikuti kirab budaya ini.

Rute kirab yang dilalui adalah dari kelenteng Liong Hok Bio Magelang berbelok ke Jalan Pemuda, Jalan Tidar, Jalan Tentara Pelajar berbelok  ke Jalan Pajajaran, Jalan Jenggolo, Jalan Daha, kembali ke Jalan Tentara Pelajar dan menuju alun-alun. Dari sana kirab menuju Jalan Yos Sudarso, Jalan Veteran, Jalan A Yani dan kembali ke klenteng.

Iringan-iringan dengan panjang sekitar tiga kilometer tersebut mengambil pada barisan paling depan terdapat marching band, yang diikuti kesenian tradisional Warok Bocah dari Pakis Kabupaten Magelang. Sedangkan di barisan inti, mengambil posisi paling depan yaitu puluhan perempuan cantik yang berdandan ala perempuan Cina jaman dahulu sambil membawa lampion, barisan tersebut dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai pembawa penerangan. Kemudian disusul di belakangnya iring-iringan Kio, Liong dan patung kertas yang dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai dewa dalam ukuran raksasa.

Ada 45 Kio yang diarak dalam iring-iringan tersebut, empat diantaranya merupakan Kio dari Kelenteng Liong Hok Bio Kota Magelang, sedangkan sisanya berasal dari 38 Kelenteng yang ada di beberapa daerah termasuk dari salah satunya dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Rombongan di pisahkan berdasarkan daerah mereka, berat dari Kio tersebut pun beragam, dari hanya yang puluhan sampai ratusan kilogram.Tak jarang perempuan pun ikut ambil bagian dan memanggul Kio tersebut, sembari memanggul, disepanjang jalan mereka berjoget mengikuti irama musik yang biasa digunakan untuk mengiringi barongsai.

"Ada kepercayaan orang yang ikut memanggul Kio akan mendapatkan keberuntungan, jadi tidak heran jika berebut," kata Paul.

Ribuan masyarakat tampak menyaksikan arak-arakan di sepanjang jalan yang dilalui kirab tersebut. Paul mengungkapkan, kegiatan ini merupakan agenda lima tahunan sebagai ungkapan rasa syukur atas ketenteraman hidup bersama masyarakat.

“Umat Tionghoa berkeyakinan dengan kirab bersama-sama disertai hati yang tulus, Dewa Bumi akan memberikan berkah pada seluruh negeri,” katanya.

Rangkaian kegiatan ini, telah dimulai sejak Sabtu (17/3) malam dengan pertunjukkan wayang kulit oleh Ki Dalang Warseno Slank dengan lakon Semar Mbangun Jiwa, di halaman Mapolres Magelang Kota.

Penasihat Yayasan Tri Bhakti Magelang David Hermanjaya, mengatakan, kegiatan kirab ini diikuti umat dari 38 kota di Jawa, antara lain Jakarta, Yogyakarta, Pekalongan, Blora, Bojonegoro, dan Banyuwangi.

"Tujuan rawat bumi, untuk berdoa menyejahterakan lingkungan, masyarakat baik pejabat maupun umat supaya hidup lebih sejahtera, rukun,  sehat, makmur, dan tidak banyak masalah," katanya.

Selain itu, lanjut pemilik New Armada Group ini, kegiatan ruwat bumi juga bisa menjadi agenda wisata Kota Magelang sekaligus memeriahkan HUT Kota Magelang ke-1106 tahun 2012.

“Melalui acara ini kita ingin bersyukur karena memperoleh banyak kenikmatan, rejeki, kesehatan diwaktu-waktu lalu. Sembari berdoa, agar ditahun-tahun mendatang, kenikmatan dan kesejahteraan terus melingkupi kita semua,” jelasnya.

Menurut David, ruwatan dan khaulan ala Tionghoa tersebut tidak hanya bagi umatnya saja. Melainkan bagi semua masyarakat Indonesia, terutama warga Magelang. “Doa kemakmuran dan kesejahteraan kita panjatkan untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama warga Magelang. Agar semua diberi kesehatan, rejeki dan dijauhkan dari bencana serta malapetaka,” harapnya.

Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito yang hadir dalam kirab tersebut mengatakan, kegiatan ini harus dilestarikan dalam rangka menyatukan warga dengan tidak membedakan suku, agama, dan golongan.

"Kami berharap kegiatan ini bisa menjadi agenda rutin tahunan sehingga Magelang menjadi lebih ramai," katanya.(had)